Seketika langit mendung menggulung cakrawala biru
Dalam keramaian, hujan mulai mendekap
Gulungan angin dan nestafa kesendirian menyergap
Saat aku masih terus saja menebar senyum
Menebar tawa hampa
Riang benar dalam hatiku
Aku ini sahabat hujan
Aku ini sahabat badai yang tak pernah diharap
Kawan si Awan hitam legam yang tak pernah ditunggu-tunggu
Merusak segala kegiatan penduduk bumi
Wahai tuhan, aku ingin menjadi penduduk langit
Aku merasa hidup ini tak adil
Dalam malam ku menepi
Berderai tangis mengadu nasib
Namun seutas sunyi yang ku terima
Dalam malam ku menepi
Berderai tangis mengadu nasib
Namun seutas sunyi yang ku terima
Wahai hujan
Kau sahabatku
Dimana aku bisa haturkan jutaan keluh kesahku
Sahabat yang selalu kurindukan
Karena hanya kau yang pahami diriku
Di dalam hiruk pikuk kesedihan, nestafa dan air mata
penderitaan
Dimana jutaan manusia tak pernah tahu rasa sakit ini
Wahai angin
Sampaikanlah salamku pada hujan
Kau selalu menjadi peraduanku saat hujan berpaling
Saat hujan tenggelam
Wahai langit mendung yang sepi
Sudah lelah aku meratapi hidup ini
Kapan lagi aku harus menjadi pelangi
Bukan sahabat hujan yang dicampakkan dari dunia
Bukan seperti debu yang dianggap kotor dan hina
Sudah lelah aku berusaha menjadi pelangi
Berusaha menebar tawa riang bahkan dalam hujan di malam hari
Sudah lelah aku berkuyup-kuyup
Menari di bawah guyuran hujan
Melampiaskan tawa riang yang semu kepada semua orang
Tapi...
Mereka perlahan menjauh...
Sakit...
Pengkhianatan ini...
Sepi ini..
Duka ini..
Namun, aku berusaha tetap menjadi cahaya
Berusaha menjadi pelangi bagi setiap orang
Agar keberadaanku diakui
Agar aku tak dicampakkan lagi
Agar aku tak merasa sendiri lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar